PEMBUNUH BERDARAH LISTRIK
Riris, seorang remaja putri yang cukup menarik di usianya yang masih tergolong belia. Ya, usianya masih 16 tahun. Belum genap usia 17 tahun dan memiliki sebuah KTP (Kartu Tanda Pengenal), namun tingkah lakunya sudah seperti mahasiswi-mahasiswi masa kini. Yang modis, tak mau ketinggalan jaman, selalu up to date dan bergaul kesana kemari.Sebagai anak sulung dari 2 bersaudara sudah pasti Riris tak mau kalah dengan adiknya yang masih duduk di kelas 3 SD. Sudah menjadi rutinitas setiap hari pergi ke sekolah yang dilakukannya. Bangun pagi, Sholat Subuh, mandi dan sarapan. Sering Riris kesiangan karena memang Riris sering tidur larut malam. Anda berfikir ia tidur larut malam karena belajar? Kalau anda mengira iya, jawaban anda salah 100%. Coba anda terka sekali lagi, mengapa ia tidur larut malam? Anda menjawab karena ia masih bermain dengan handphone-nya? Ya, kali ini anda benar.
Sudah ratusan bahkan ribuan kali mungkin ayah dan ibunya sering menasihati agar Riris jangan terlalu sering tidur sampai larut malam. Ya....mungkin anda memaklumi jika melihat Riris dari sudut usia dan perkembangan psikologisnya. Remaja seperti Riris memang sangat labil dari segi emosional, masih ingin mencari jati dirinya. Jadi, sudah merupakan hal wajar bukan jika Riris mengacuhkan nasihat dari ayah atau ibunya. Ayah dan ibunya juga merasa kebiasaan Riris sering tidur larut malam ini karena terlalu memberi kepercayaan yang berlebih kepada Riris. Biasanya seorang anak sulung lebih terlihat mandiri dan tidak manja ketimbang adik-adiknya. Namun hal ini berbeda dengan Riris. Apapun yang ia inginkan harus dituruti ayah dan ibunya. Beruntung saja kedua orang tua Riris adalah orang yang selalu menuruti apa keinginan anaknya.
Kebiasaan Riris akhir-akhir ini disebabkan karena orang tuanya membelikan handphone Blackberry kepada Riris. Dulu sebelum menggunakan Blackberry Riris selalu rajin belajar, tidak pernah kesiangan dan hampir setiap hari membaca Al-Qur’an. Semenjak ia mempunyai Blackberry, kebiasaan yang positif itu sedikit demi sedikit mulai berganti dengan kebiasaan yang kurang baik.
Handphone Blackberry sudah menjadi “candu” bagi masyarakat kita saat ini. Bahkan ada celetukan jenaka seperti ini “gak gaul kalo gak punya BB (Blackberry) sekarang”. Terlebih kalangan remaja seperti Riris yang emosinya masih sangat labil. Lihat sedikit barang ini langsung ingin membeli, lihat sedikit barang itu juga ingin membeli. Blackberry saat ini menjadi sebuah trend alat komunikasi, dengan berbagai fitur yang dimilikinya dan tidak dimiliki oleh handphone lain, sebut saja BBM (Blackberry Messenger). Itu salah satu fitur yang ‘digandrungi’ masyarakat saat ini. Entah apa yang membuat BBM itu dapat menyihir para penggunanya.
Masyarakat kini sudah sangat bergantung kepada kecanggihan teknologi. Umumnya mereka merasa malu dibilang, ketinggalan jaman, tidak gaul, katro, kampungan, bahkan lebih parah lagi, gaptek (gagap IPTEK). Sejak ada sindiran yang bermunculan seperti itu, wajar saja semakin hari semakin banyak orang yang memiliki Blackberry. Ada seebuah sindiran terhadap masyarakat yang bisa disebut sangat bergantung terhadap kecanggihan teknologi, “sekarang semua sudah serba terbalik, mereka lebih baik tidak membawa Al-Qur’an di tas sekolahnya ketimbang meninggalkan handphone di rumah”.
Sindiran itu nampaknya berlaku untuk Riris, setiap hari ia tidak lupa men-charge baterai Blackberry-nya serta tak lupa sedikit membersihkan dari kotoran dan debu. Ketika ibunya mengingatkan agar bekal dan Al-Qur’an yang biasanya selalu Riris bawa ke sekolah, semenjak ia memiliki Blackberry himbauan dari ibunya tersebut kadang ia hiraukan.
Pernah suatu ketika saat Riris sedang mandi, ibunya memasukkan Al-Qur’an ke dalam tas Riris yang dibawanya untuk bersekolah. Dan coba tebak apa yang dilakukan Riris saat dia tahu bahwa ibunya memasukkan Al-Qur’an ke dalam tasnya? Jika anda berfikir Riris akan membacanya, anda salah. Namun jika anda berpikir Riris menghiraukannya, ya mungkin agak sedikit tepat. Bukan hanya menghiraukan, tapi dia juga sengaja meninggalkan Al-Qur’an tersebut di laci mejanya. Lebih parah bukan?
Riris adalah salah satu ‘korban’ dari kecanggihan teknologi tersebut. Seakan-akan Blackberry adalah hal penting yang tidak bisa ditinggalkan. Orang tuanya merasa sedikit menyesal kenapa dulu ketika Riris meminta dibelikan Blackberry tidak sampai terpikir efek negatif dari kecanggihan handphone tersebut. Mungkin semuanya sudah terlambat, terlambat karena Riris sudah mendapatkan apa yang ia inginkan, tapi bisa saja karena kesadaran hatinya Riris bisa kembali untuk tidak terlalu bergantung dan tidak ingin lepas dari seorang ‘pembunuh’ bernama BLACKBERRY.
No comments:
Post a Comment